Anggota Komisi V: Pengambilalihan Lahan untuk Kereta Cepat Harus Seizin DPR
Jakarta - Anggota Komisi
V DPR RI, Nizar Zahro, meminta Pemerintah menunggu persetujuan DPR RI
terkait pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang salah satunya
mempergunakan lahan milik Perhutani di Kabupaten Karawang. Lahan yang
dipakai itu seluas 55 hektare.
"Karena itu adalah lahan hutan produksi maka PT KCIC harus mengganti lahan dua kali lipat dan harus persetujuan DPR RI sesuai UU nomor 1/2004 tentang perbendaharaan negara," kata Nizar, Rabu (3/2).
PT KCIC adalah perusahaan yang dibentuk sebagai konsorsium pembangun jalur kereta cepat Jakarta-Bandung.
Kata Nizar, UU No. 1 Tahun 2004 pasal 45 ayat 2 menyatakan, "Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD."
Karena itu, terkait dengan pengalihan lahan yang akan digunakan sebagai jalur kereta cepat tersebut, haruslah mendapatkan izin dari DPR. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan, maka Pemerintah semakin menambah daftar panjang inventarisasi kesalahan yang diindikasikan merugikan negara dan menentang undang-undang dalam pelaksanaan proyek itu.
Politikus Gerindra itu juga mendesak agar Pemerintah benar-benar transparan soal proyek kereta cepat tersebut. Termasuk soal untung ruginya bagi negara serta untung rugi bagi lingkungan.
"Pemerintah wajib memberikan informasi yang mendalam terkait dengan proyek itu. Jangan hanya menampilkan sisi kemegahan atau keangkuhan di tengah tengah keterpurukan ekonomi masyarakat," tandasnya.
"Karena itu adalah lahan hutan produksi maka PT KCIC harus mengganti lahan dua kali lipat dan harus persetujuan DPR RI sesuai UU nomor 1/2004 tentang perbendaharaan negara," kata Nizar, Rabu (3/2).
PT KCIC adalah perusahaan yang dibentuk sebagai konsorsium pembangun jalur kereta cepat Jakarta-Bandung.
Kata Nizar, UU No. 1 Tahun 2004 pasal 45 ayat 2 menyatakan, "Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD."
Karena itu, terkait dengan pengalihan lahan yang akan digunakan sebagai jalur kereta cepat tersebut, haruslah mendapatkan izin dari DPR. Jika hal tersebut tidak dilaksanakan, maka Pemerintah semakin menambah daftar panjang inventarisasi kesalahan yang diindikasikan merugikan negara dan menentang undang-undang dalam pelaksanaan proyek itu.
Politikus Gerindra itu juga mendesak agar Pemerintah benar-benar transparan soal proyek kereta cepat tersebut. Termasuk soal untung ruginya bagi negara serta untung rugi bagi lingkungan.
"Pemerintah wajib memberikan informasi yang mendalam terkait dengan proyek itu. Jangan hanya menampilkan sisi kemegahan atau keangkuhan di tengah tengah keterpurukan ekonomi masyarakat," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar