Mangkir Lagi, Setya Novanto Kirim Surat Penundaan ke Kejagung
Rabu, 27 Januari 2016 11:14 WIB
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan
Ketua DPR Setya Novanto hadir saat Rapat Paripurna ke-15 di Gedung
Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/12/2015).
Setelah resmi mudur dari jabatanya sebagai Ketua DPR, Setya Novanto
mengikuti rapat paripurna sebagai anggota DPR. TRIBUNNEWS/IRWAN
RISMAWAN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua DPR Setya Novanto kembali menolak hadir memberikan keterangan di Kejaksaan Agung pada hari ini, Rabu (27/1/2016). Tapi mangkirnya politisi Partai Golkar pada kali ketiga berbeda.
Menurut Pengacara Novanto, Maqdir Ismail penolakan kehadiran kliennya kali ini disertai dengan surat permintaan penundaan.
"Surat (permintaan penundaan) dirumuskan stafnya Pak Novanto.
Harusnya sudah sampai ke Kejaksaan," kata Maqdir Ismail kepada
Tribunnews saat dihubungi Rabu (27/1/2016).
Maqdir menyebutkan pada surat tersebut Novanto menjelaskan alasan pribadinya penyebab tidak hadir dalam pemberian keterangan.
Terkait waktu permintaan penundaan yang diajukan Novanto, Maqdir mengaku tidak mengetahui secara detail.
Sedangkan Kejaksaan Agung belum memberikan keterangan terkait kehadiran Novanto, maupun surat penundaan.
Pada permintaan keterangan pertama dan kedua, beberapa waktu lalu,
Novanto menolak hadir. Namun, Korps Adhyaksa tidak dapat melakukan
pemanggilan paksa. Pasalnya, kasus dugaan permufakatan jahat ini, masih
dalam tahap penyelidikan, sehingga penolakan dari orang yang dimintai
keterangan tidak memiliki konsekuensi hukum.
Kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa minta saham, bermula saat
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan
Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut
nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu
mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua
yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi
perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar